Kisah cinta Habibie dan Ainun hingga saat ini masih sering diperbincangkan oleh masyarakat luas, bahkan tidak jarang mereka menjadikannya sebagai tokoh panutan karena banyak hal yang dapat dipetik dari kisah cinta Habibie dan Ainun, salah satunya yaitu “kesetiaan”.

Hasri Ainun Besari atau yang lebih kita kenal dengan nama Ainun Habibie dilahirkan di Semarang, 11 Agustus 1937, merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Ainun sekeluarga banyak menghabiskan masa kecilnya di Bandung, baru ketika melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ia merantau ke Jakarta.
Dikutip dari encyclopedia.jakarta-tourism.go.id kisah cinta antara Habibie dan Ainun memang sudah terlihat sejak mereka sama-sama sekolah. Setidaknya itu mulai terlihat saat mereka sekolah di SMA.
Setamat SMA, Habibie melanjutkan pendidikan di ITB Bandung, walaupun tidak sampai selesai karena mendapat beasiswa dari pemerintah Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Technische Hochscheule di kota Achen, Jerman Barat.
Tujuh tahun lamanya, baru Habibie berkesempatan mengunjungi Indonesia dan akhirnya Ainun dipersunting untuk menjadi istri pada tanggal 12 Mei 1962. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua orang putra; llham Akbar dan Thareq Kemal.
Seperti dikutip dari merdeka.com, mantan ajudan Habibie yang benama Mayor Jenderal TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin mengatakan bahwa dia mengetahui persis sisi romantisme seorang Habibie pada istri tercinta Ainun.
Menurut dia, setiap Habibie akan bekerja, Ainun kerap berdiri di halaman depan rumah sekadar untuk melihat kepergian Habibie. Ainun juga pasti melambaikan tangan seiring berlalunya Habibie dari halaman rumah.
Baca Juga: Selamat Jalan Mr. Crack
“Ketika Pak Habibie pulang, Ibu Ainun sudah menunggu di depan, dan kemudian saat turun mobil, Pak Habibie dan ibu Ainun gandengan tangan ke dalam, seperti pengantin baru selamanya,” kata dia.
Empat puluh lima tahun lamanya Ainun mendampingi Habibie. Pukul 17.05 waktu Jerman, hari Sabtu tanggal 22 Mei 2010, Ainun wafat dalam usia 72 tahun.
Kepergian Ainun benar-benar membuat Habibie sangat terpukul bahkan hingga mengalami Psikomatik Malignant, yaitu suatu kondisi gangguan psikologi yang disebabkan oleh rasa sakit kehilangan orang terkasih.
Tim dokter kala itu mengajukan empat opsi untuk pemulihannya: Masuk ke Rumah Sakit Jiwa, tinggal di rumah dengan pengawasan dokter, curhat dengan orang terdekat, atau menyelesaikannya sendiri.
Akhirnya Habibie memilih opsi ke empat, ia menuangkan kisah cintanya dalam bentuk tulisan karena baginya “menulis telah menjadi terapi untuk mengobati kerinduan.”

Ada tiga buah puisi yang dituliskan Habibie untuk Ainun, salah satunya berbunyi:
Hari ini, tepat 50 tahun dan 8 menit yang lalu, kita bertatap muka
Tanpa direncanakan mata kita bertemu, bagaikan kilat menyambar
memukau, mempesona “Getaran Cinta”, bagian dari “Getaran Jiwa”
Alunan getaran yang tinggi, berirama denyutan jantung dan tarikan nafas
Tak terkendali mengkalbui diri kita sepanjang masa sampai akhirat.
Rabu, 11 September 2019, Habibie meninggal di usianya yang ke–83. Untuk mengenang Habibie, beberapa netizen pun membuat puisi untuk Habibie.
”Aku sudah bersamamu, Nun. Mari matikan api itu, dan kuceritakan semuanya, semenjak tak ada kamu” tulis penggalan puisi karya @dikablek ini.
‘Ainun. Bagaimana aku bisa menangis kala senyum dalam kafan itu begitu menyayat hatiku. Bagaimana aku bisa berkata, sementara bibirku kau bungkam oleh diammu. Engkau bukan sekedar wanitaku, engkau tempat meletakan lelah kepalaku.” tulis @smg_amsterdam.
Sumber: http://encyclopedia.jakarta-tourism.go.id; https://ms.wikipedia.org/; http://www.biografi.co.id/; https://www.merdeka.com/; liputan6.com; https://news.detik.com/

Comment